Pemateri : Septian A.W.

“No civilization can prosper – or even exist, after having lost this pride and the connection with its own past…”
-- Muhammad Asad

“If you don't know history, then you don't know anything. You are a leaf that doesn't know it is part of a tree.”
-- Michael Crichton

Sejarah adalah kisah, yang boleh jadi ia disejajarkan dengan dongeng, legenda, cerita fiksi dan atau segala penyebutan lain untuk narasi-narasi kisah. Namun, sejarah berbeda dengan itu semua.

Sejarah adalah ilmu yang memiliki standar untuk menjaga keakuratan agar kisah yang diciptakan betul-betul berpijak pada perstiwa yang memang terjadi di masa lalu.

Dewasa ini, ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap sejarah terutama dikalangan aktivis Islam semakin meningkat, meski belum mencapai tingkat yang diharapkan.

Hanya saja, kemampuan untuk membedakan sejarah dengan narasi-narasi kisah yang lain masih bias dan banyak kesalahpahaman.

Tidak jarang setiap kisah yang dibicarakan dan disebar melalui media internet selalu dianggap sebagai sejarah (kisah yang dinilai memang pernah terjadi) padahal kenyataannya hanya karangan fiktif.

Tulisan sederhana ini ingin mengurai tentang hakekat sejarah sebagai ilmu agar masyarakat luas tidak salah kaprah tentang masalah ini. Pembahasan juga akan melebar pada argumentasi kuat mengapa sejarah penting dipelajari.

Pembaca juga akan diajak sekilas memahami sejumlah tantangan dalam mendidik materi-materi sejarah kepada masyarakat.

Harapanya, selain paham tentang hakekat sejarah dapat juga mengerti bagaimana penerimaan dan respon masyarakat Indonesia terhadap sejarah.

Apa itu sejarah?

Sejarah merupakan kejadian perbuatan manusia yang berlangsung di masa lalu. Tidak semua hal yang terjadi itu dicatat dalam sejarah.

Umumnya sejarah hanya mencatat hal atau kejadian penting yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik pada masanya, masa sekarang ataupun pada masa yang akan datang.

Ilmu Sejarah bukanlah fiktif atau hal yang disengaja dibuat-buat. Ilmu ini berpijak kuat pada fakta yang terjadi di masa lalu yang bisa diuji dengan melakukan rangkaian penelitian yang sistematis berdasarkan pada prosedur yang telah ditentukan.

Kemudian disusun secara kronologis berdasarkan urutan kejadian di masa itu.

Kata sejarah diambil dari bahasa Arab syajarah yang artinya pohon.

Kata ini digunakan dalam bahasa Indonesia dengan makna: (1) silsilah; asal-usul (dalam kesusasteraan lama); (2) kejadian yang benar-benar terjadi pada masa yang lampau; (3) ilmu, pengetahuan, cerita, riwayat, pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar telah terjadi di masa lampau.

Selain itu kata sejarah yang sehari-hari digunakan dalam percakapan maupun tulisan-tulisan selalu berkenaan pada dua hal:

(1) peristiwa dan kejadian di masa lampau; atau

(2) kisah dan cerita mengenai apa yang terjadi di masa lampau, baik yang dituturkan secara lisan maupun ditulis dalam buku-buku.

Dalam pelajaran-pelajaran sejarah, makna pertama biasa dikenal dengan istilah sejarah sebagai peristiwa (history as event), sementara makna kedua disebut sejarah sebagai kisah atau sebagai cerita (history as written).

Sejarah dapat pula diartikan sebagai “ilmu sejarah” sebanding dengan sosiologi, antropologi, dan lainnya.

Menyangkut sejarah sebagai kisah maka ada peran “penulis sejarah” yang dominan. Tanpa ada yang menuliskannya mustahil ada kisah sejarah
yang bisa dibaca dan diwariskan.

Oleh karena itu, sejarah sebagai kisah adalah suatu “pengetahuan penulis sejarah tentang masa lalu yang dituliskannya”.

Kalau ini adalah pengetahuan penulisnya pasti ada kemungkinan salah dan benar. Penulis sejarah adalah manusia yang bisa benar dan bisa salah. Begitu pula pengetahuan yang dihasilkannya.

Oleh sebab itu, untuk menjamin bahwa cerita-cerita yang disampaikan oleh penulis sejarah dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka para ahli sejarah sejak masa lalu sampai sekarang meletakkan prinsip-prinsip yang benar untuk menuliskan sejarah.

Prinsip-prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai ilmu sejarah. Dalam setiap masyarakat yang memiliki peradaban dan tradisi ilmu yang tinggi pasti akan ditemukan cara-cara ilmiah dalam menuliskan sejarah.

Penulisan sejarah tidak semata-mata dituliskan begitu saja tanpa ada aturan untuk menjamin kualitas benar-salahnya.

Dalam menjamin kualitas dan kebenaran informasi dalam tradisi Islam ada dikenal ilmu dirâyah dan ilmu riwayat. Di masa kontemporer dikenal dengan metode sejarah.

Yakni metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya.

Dengan kata lain, metode penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written).

Metofe ini terdiri dari empat tahapan yakni heurisitik atau pengumpulan sumber, kritik intern dan esktern, interpertasi sejarawan, dan terakhir historiografi atau penulisan sejarah.

Mengapa belajar sejarah itu penting?

Kenyataan bahwa sampai saat ini sejarah tidak pernah berhenti dituliskan dan diajarkan sebetulnya sudah menunjukkan bahwa sejarah sangat penting.

Kalau tidak penting, tentu tidak akan ditulis dan segera akan menjadi ilmu yang punah.

Bagi seorang Muslim, keharusan mempelajari sejarah paling tidak ditekankan karena dua hal.

Pertama, perintah Allah untuk mempelajari masa lalu; dan kedua, kenyataan bahwa Al-Quran mencontohkan berbagai ajaran di dalamnya dengan peritiwa-peristiwa historis.

Seiring dengan itu, Al-Quran sendiri menggunakan metode menyampaikan kisah umat terdahulu dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah-nya. Menurut para ahli Al-Quran hampir 2/3 isi Al-Quran berisi kisah-kisah umat terdahulu.

Al-Quran memang bukan kitab sejarah, namun kisah-kisah sejarah umat di masa lalu dijadikan salah satu media untuk menjelaskan bagaimana ajaran-ajarannya hidup di tengah manusia.

Seolah-olah Al-Quran ingin mengatakan bahwa ajaran-ajarannya bukan sekadar angan-angan. Manusia-manusia dari masa lalu sebelum kita sudah mengalami manis-pahitnya hidup bersama atau menentang Allah Subhanahu wa ta'ala.

Manfaat membaca sejarah.

Dikutip dari buku Sejarah Nasional Indonesia Persfektif Baru sedikitnya ada empat manfaat memebaca dan mengkaji sejarah bagi umat Islam.

1. Menguatkan Akidah

Salah satu pelajaran paling penting saat kita mempelajari sejarah adalah mengambil teladan dan contoh bagi kehidupan kita untuk semakin memperkuat komitmen kita kepada ajaran yang kita anut, yaitu Islam.

Ajaran Islam terwujud dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan mempelajarinya secara baik, kita tahu mana baik dan buruk, mana benar dan salah.

2. Mempelajari Sunnatullah

Sunnatullah adalah garis-garis besar rumus kehidupan yang diciptakan Allah Subhanahu wa ta'ala bagi manusia. Kehidupan manusia ini kalau dilihat satu persatu sebetulnya unik.

Setiap peristiwa yang dialami seseorang tidak mungkin dialami lagi orang lain dalam bentuk, waktu, tempat, pelaku, dan ritme yang sama. Setiap orang akan mengalami kejadian-kejadian yang khas.

Namun, di balik keunikan peristiwa-peristiwa itu ada pola-pola umum yang sama pada setiap waktu di tempat mana saja.

3. Memahami Masa Kini

Mempelajari sejarah bukan untuk masa lalu itu sendiri. Orang-orang pada masa lalu yang kita pelajari sama sekali tidak memerlukan sejarah yang kita tulis. Mereka telah menghadap Sang Khalik untuk mempertanggungjawabkan apa yang mereka perbuat.

Oleh sebab demikian, sesungguhnya mempelajari sejarah adalah kebutuhan kita untuk saat ini, bukan untuk masa lalu. Salah satunya adalah untuk memahami mengapa sesuatu pada masa kini terjadi seperti yang kita saksikan saat ini.

4. Merancang Masa Depan

Merancang masa depan ibarat mempersiapkan anak panah untuk ditembakkan ke suatu tempat. Anak panah akan melesat ke arah yang dituju setelah si pemanah menariknya ke belakang bersama dengan tali busur.

Tali busur itu adalah ibarat masa yang tengah kita geluti. Sedangkan anak panah adalah apa yang kita kerjakan. Tanpa menarik anak panah ke belakang bersama dengan tali busur, anak panah itu tidak akan sampai pada tujuan yang diinginkan.

Salah Paham Sejarah di Masyarakat

Islam telah memotivasi pada umatnya agar sungguh-sungguh belajar sejarah. Sebagai umat yang mengimani Al-Qur’an, kitab suci yang banyak memuat kisah-kisah masa lalu, sudah seharusnya umat ini tidak lalai apalagi menyepelekan persoalan ini.

Namun kenyataan, masyarakat yang notabenenya mayoritas muslim, masih enggan dan malas untuk belajar sejarah.

Sejumlah alasan menjadi pembenar untuk sikap tersebut diantaranya adalah menganggap bahwa sejarah itu membosankan.

Antusias umat Islam terhadap sejarah bisa dikatakan sangat rendah. Termasuk ketertarikan terhadap Sejarah Indonesia.

Muncul pula anggapan bahwa membaca sejarah tidaklah penting. Walhasil terciptalah generasi yang kehilangan identitas karena terputus dengan masa lalunya.

Padahal seharusnya sejarah itu menyenangkan andai sadar pentingnya memilki sambungan antara masa lalu dan masa kini sebagai modal menghadapi kehidupan masa depan.

Masalah berikutnya yang telah menjauhkan sejarah dari masyarakat adalah fakta bahwa budaya hoax yang menjakit kehidupan mereka.

Masyarakat kita amat mudah tertipu oleh tawaran informasi sejarah yang bombastis, cocologi, dan jauh dari prinsip-prinsip ilmu sejarah (ilmiah).

Akibatnya sangat fatalnya, telah merusak pemahaman terhadap sejarah Indonesia yang benar dan menjauhkan dari mental dan budaya ilmiah serta merusak integritas Islam di Indonesia.

Kedua persoalan di atas adalah tantangan dalam memahamkan sejarah yang muncul dari faktor internal. Kenyataan itu diperparah karena ada dorongan eksternal yang menjauhkan sejarah (Indonesia) yang ‘benar’ dari masyarakat.

Sejumlah orientalis dan para pengikut setelahnya telah memframing sejarah Indonesia dengan menguburkan dan mengaburkan pengaruh besar umat Islam bagi peradaban Nusantara.

Banyak sejarawan yang menyabutkan usaha-usaha nativisasi dan deislamisasi secar gambalang dilakukan untuk tujuan menghapus rasa bangga dan jati diri sebagai umat Islam di Indonesia

Menurut KBBI (nativisme/na·ti·vis·me/) adalah sikap atau paham suatu negara atau masyarakat terhadap kebudayaan sendiri berupa gerakan yang menolak pengaruh, gagasan, atau kaum pendatang.

Adapun (deislamisasi/de·is·la·mi·sa·si/déislamisasi/) merupakan penghilangan harkat Islam.

Kedua usaha tersebut telah terjadi secara sistemik sejak abad 18 oleh para orientalis untuk menggambarkan Islam tidak memiliki pengaruh berarti bagi peradaban Indonesia.

Dampak usaha tersebut masih terasa hingga saat ini. Islam dan umatnya dianggap sebagai asing dan pendatang. Perannya sering dimarginalkan dalam kehidupan nasional.

Islamisasi sejarah, bisakah?

Peran umat dan Islam memang terkuburkan dan terkaburkan dalam sejarah Indonesia.

Meski begitu tidak perlu memiliki mental ‘terdzalimi’ yang sering kali berujung pada sikap brutal dan tidak organisir dalam melakukan upaya pembelaan.

Justru, yang harus dilakukan adalah proaktif untuk sungguh-sungguh mau belajar sejarah. Harus ada kesadaran untuk mau memahaminya dengan benar dan komprehensif.

Selain itu perlu ada juga usaha untuk menafsirkan kembali sejarah Indonesia dengan sudut pandang Islam dan menjadikan umat ini sebagai aktor utamanya, yang kenyataannya memang begitu.

Sejarah Indonesia merupakan rangkaian persitiwa yang terjadi di wilayah Nusantara (Indonesia) yang melibatkan beragam ras dan jenis manusia selama berabad-abad.

Kisahnya diceritakan kembali pada hari ini berdasarkan data-data yang telah ditemukan. Dalam prosesnya tidak bisa lepas dari bagaimana persepsi sejarawan dalam memandang data tersebut.

Sejarah dianggap objektif bila berdasarkan data. Sejarah juga bersifat subjektif melihat peran pikiran sejarawan yang signifikan.

Maka sebetulnya sangat memungkinkan untuk mengubah sudut pandang menjadi Islami.

Telah banyak sejarawan yang melihat Islam memiliki peran yang sangat signifikan dalam perjalanan peradaban umat manusia di Nusantara. Pengaruh dan peninggalannya amat banyak saat ini.

Hal ini menjadi bukti bahwa keberadaannya memang besar selama berabad-abad. Masalahnya hari ini, (adalah) ada persfektif yang salah dalam menggambarkan Islam dan Indonesia.

Perlu ada usaha baru untuk mendamaikannya; melihat Islam sebagai sudut pandang; sekaligus menjadikan Islam sebagai cara pandang, untuk melihat sejarah Indonesia.

Sejatinya ini telah menjadi tugas umat Islam. Fardhu Kifayah bagi umat ini untuk peduli dengan sejarah.

Hal ini perlu mendapat perhatian lebih bagi generasi muda Islam dan terutama dari kalangan aktivis Islam.

Sejarah Indonesia perlu dikaji secara komprehensif bukan sekedar digunakan sambil lalu untuk membenarkan apa-apa yang diyakini hari ini.

Penutup

Lupa merupakan tabiat manusia. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa manusia disebut insan, karena sifat 'nisyan'.

Allah bahkan menarik catatan amal karena Lupa.

Lupa bisa jadi baik; bahkan menjadi buruk. Melupakan sejarah sudah barang tentu adalah sesuatu yang tidak baik.

Apalagi sejarah yang berkaitan dengan identitas kita sebagai seorang Muslim Indonesia. Identitas, Peradaban dan Kemajuan Hidup di Masa Depan adalah kesinambungan yang tidak bisa dilerai.

Oleh karenanya mengkaji Sejarah Islam di Indonesia adalah agenda penting bagi kita semua: untuk merawat ingatan.

Rujukan

Bachtiar, Tiar Anwar . Jas Mewah: Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah dan Dakwah. Yogyakarta : Pro-U Media, 2018.
---- Sejarah Nasional Indonesia Perspektif Baru. Jakarta: AIEMS, 2011.
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya, 2001.
Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah. Bandung: Salamadani, 2009.

Sumber : Makalah KLI Premium Online Class Pertemuan 1 Memahami Penulisan Sejarah Islam Konsep Historiografi Umat Sentris oleh Septian A.W., S.Hum.